Ini sebenarnya cerita lama tahun 2008, namun saya pikir tidak ada salahnya menulis kembali sambil mengenang masa jaya sebagai seorang pendaki.. hehehe.. *songong.com*
Setelah lama menunggu dan menerima banyak pembatalan rencana, akhirnya saya jadi juga ikut naik ke gunung Lawu bersama 5 orang teman lainnya yaitu Melisa, Gorip, Pichink, Capung, dan Riswan. Hasil musyawarah mufakat (hehehe.. ) kita pun memutuskan akan berangkat ke Solo hari Senin, tanggal 18 Agustus 2008 dan rencana pulang pada tanggal 22 Agustus.
Sore jam 3, kita pada berkumpul di Kampus Tercinta buat checklist logistik dan peralatan. Setelah semua peralatan lengkap, jam 5 kita pun segera berangkat menuju Stasiun Jatinegara dan langsung beli tiket kereta Bengawan jurusan Jakarta - Solo Jebres seharga Rp.40.000/orang yang akan berangkat jam 20.45.
Sayangnya, karena kita belinya udah kesorean (ke-magrib-an kale ya.. karena waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 18.30) jadinya kita berenam tidak dapat tempat duduk. Yah... begitulah resikonya kalau naik kereta ekonomi.
Berhubung tidak dapat tempat duduk di dalam kereta, yang kita berenam pun tidur di dekat pintu masuk gerbong kereta. Yang penting masih bisa duduk dehh.. Setelah tertidur dengan berbagai posisi yang tidak nyaman di sambungan gerbong kereta selama beberapa belas jam, jam 9 pagi kita pun sampai di Stasiun Solo Balapan.
Tadinya sih kita sempat mau turun di Stasiun Solo Jebres, tapi
karena adik saya, Citra, memberi info kalau dari Solo Balapan ke Terminal Tirtonadi
jaraknya cuma sekilo, akhirnya kita semua turun di Solo Balapan. Asal tau aja
nih.. walaupun Riswan sudah pernah naik ke Lawu, tapi kita berenam sama sekali
buta jalanan kota Solo.
Kita cuma mengandalkan informasi rute perjalanan dari adik saya yang sudah sering naik ke Lawu (padahal saat itu adik saya lagi di Papua, jadinya saya mesti bolak-balik telepon dan sms buat memastikan rute kita tidak salah)
Begitu keluar dari stasiun kita menyempatkan diri sarapan dulu di warung samping stasiun sambil menanyakan posisi terminal dari stasiun itu ada di sebelah mana. Maklumlah walau saya tahu terminal itu dekat tapi saya tidak tahu letak persisnya. Jadi setelah selesai sarapan kita menyusuri jalan sambil nanya-nanya kanan kiri. hehehehe.... Untungnya kita semua tidak kesasar. Setelah jalan sekitar 15 menit, kita pun sampai di depan terminal Tirtonadi.
Selanjutnya berdasarkan info dari adik saya (lagi..), kita mesti naik bis ke Tawangmangu. Tidak lama setelah itu bis ke arah Tawangmangu pun datang dan kita segera nego harga dan jadilah 6000/orang (walau setelah saya perhatikan di dalam bis sebenarnya kita bisa bayar 5000/orang). Melewati jalan yang berliku-liku dan panjang (lebay.com) sekitar 2 jam kemudian sampailah kita di Terminal Tawangmangu.
Jalanan dari terminal Tawangmangu menuju Cemara Sewu benar-benar tanjakan curam. Bahkan ada beberapa tanjakan yang saya perkirakan kemiringannya sekitar 70 derajat. Saya yang duduk di depan sampai takut banget. Takut kalo tuh
angkutan umum bakal tidak bisa nanjak. Tapi karena itu angkutan umum sudah biasa
melewati jalanan seperti itu, kita akhirnya bisa sampai di Cemara Sewu dengan sehat walafiat.. hohohoho....
Setelah istirahat sebentar, jam 15.30 kita semua memulai perjalanan kita. Jalanan dari cemara sewu rupanya rapih banget. Batu-batunya disusun dengan baik
membentuk jalanan. Jalanan dari Pos Cemara Sewu sampai Pos 1 terdapat ladang
milik penduduk setempat. Jadi kita pastinya sering berpapasan dengan petani atau
penduduk yang sedang mencari kayu di hutan. Jalurnya sih lumayan nanjak lah...
Setelah Pos 1 jalurnya kebanyakan jalur tangga. Bete juga sih melihatnya. Jadi tidak berasa lagi naik gunung. Tidak Seru Ah.. Tapi mulai dari pos 2 keatas kita bisa melihat pemandangan Gunung Merbabu dan Merapi di sebelah Barat. (kalo tidak ketutupan kabut lho) Selain itu banyak batu-batu besar yang lumayanlah buat tempat pemotretan. hehehehe....
Meski terengah-engah karena kelelahan, kita semua tetap semangat untuk terus berjalan. Jika cuaca cerah, kita juga bisa melihat gunung Merbabu lho. Lumayanlah sebagai penambah semangat. Hehehe..
Mulai pos 3 hari udah mulai beranjak malam dan dikarenakan kita berenam cuma bawa
air 7 liter maka saya memutuskan apapun yang terjadi kita baru boleh ngecamp di pos 7 (Sindang Drajat).
Soalnya kalau misalnya kita ngecamp di pos 3, kita mungkin punya air buat makan
malam tapi kita gak punya air buat sarapan dan melanjutkan perjalanan.
Sedangkan sumber air berikutnya ada di Sindang Drajat (jadi sepanjang jalur
cemoro sewu tidak ada sumber air sama sekali). Jangan kira semua setuju dengan pendapat saya, untuk ngecamp kali itu saya harus pakai acara debat pendapat dulu ama Riswan, namun berhubung alasan saya lebih kuat akhirnya kita tetap jalan juga menuju pos Sindang Drajat
Kira-kira sejam sebelum kita sampai di pos 6, kita semua bisa berjalan tanpa menyalakan senter. Alasannya
bukan karena kita kehabisan batere tapi karena pada saat itu bulan bersinar
terang sehingga meskipun remang-remang, kita bisa melihat jalan dengan baik. Keren banget deh...
Setelah lama menunggu dan menerima banyak pembatalan rencana, akhirnya saya jadi juga ikut naik ke gunung Lawu bersama 5 orang teman lainnya yaitu Melisa, Gorip, Pichink, Capung, dan Riswan. Hasil musyawarah mufakat (hehehe.. ) kita pun memutuskan akan berangkat ke Solo hari Senin, tanggal 18 Agustus 2008 dan rencana pulang pada tanggal 22 Agustus.
Sore jam 3, kita pada berkumpul di Kampus Tercinta buat checklist logistik dan peralatan. Setelah semua peralatan lengkap, jam 5 kita pun segera berangkat menuju Stasiun Jatinegara dan langsung beli tiket kereta Bengawan jurusan Jakarta - Solo Jebres seharga Rp.40.000/orang yang akan berangkat jam 20.45.
Sayangnya, karena kita belinya udah kesorean (ke-magrib-an kale ya.. karena waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 18.30) jadinya kita berenam tidak dapat tempat duduk. Yah... begitulah resikonya kalau naik kereta ekonomi.
Duduk tertidur di lantai kereta |
Teman saya yang tertidur pulas di depan pintu kereta |
Kita cuma mengandalkan informasi rute perjalanan dari adik saya yang sudah sering naik ke Lawu (padahal saat itu adik saya lagi di Papua, jadinya saya mesti bolak-balik telepon dan sms buat memastikan rute kita tidak salah)
Begitu keluar dari stasiun kita menyempatkan diri sarapan dulu di warung samping stasiun sambil menanyakan posisi terminal dari stasiun itu ada di sebelah mana. Maklumlah walau saya tahu terminal itu dekat tapi saya tidak tahu letak persisnya. Jadi setelah selesai sarapan kita menyusuri jalan sambil nanya-nanya kanan kiri. hehehehe.... Untungnya kita semua tidak kesasar. Setelah jalan sekitar 15 menit, kita pun sampai di depan terminal Tirtonadi.
Selanjutnya berdasarkan info dari adik saya (lagi..), kita mesti naik bis ke Tawangmangu. Tidak lama setelah itu bis ke arah Tawangmangu pun datang dan kita segera nego harga dan jadilah 6000/orang (walau setelah saya perhatikan di dalam bis sebenarnya kita bisa bayar 5000/orang). Melewati jalan yang berliku-liku dan panjang (lebay.com) sekitar 2 jam kemudian sampailah kita di Terminal Tawangmangu.
Pada awalnya Riswan merencanakan akan naik lewat Pos Cemara Kandang. Soalnya dari awal sih ini idenya dia, saya dan Melisa mah cuma nebeng ikut.. hehehe.. Namun pas saya dan
Gorip lihat di buku panduan mendaki gunung, ternyata jalur Cemara Sewu lebih
pendek. Akhirnya kita sepakati bersama naik lewat Pos Cemara Sewu. Beberapa saat sebelum
kita naik angkutan umum ke pos Cemara Sewu, kita kebetulan bertemu dengan 3 orang teman Melisa dan mereka
juga akan naik ke Lawu melalui Cemara Sewu. Jadinya team kita bertambah, totalnya 9
orang deh.
Gapura Cemoro Sewu |
Bunga kuning liar yang cantik |
Jalanan landai di awal pendakian |
Sisa-sisa ladang penduduk |
Ladang kol |
Setelah Pos 1 jalurnya kebanyakan jalur tangga. Bete juga sih melihatnya. Jadi tidak berasa lagi naik gunung. Tidak Seru Ah.. Tapi mulai dari pos 2 keatas kita bisa melihat pemandangan Gunung Merbabu dan Merapi di sebelah Barat. (kalo tidak ketutupan kabut lho) Selain itu banyak batu-batu besar yang lumayanlah buat tempat pemotretan. hehehehe....
Jalanan tangga berbatu |
Meski terengah-engah karena kelelahan, kita semua tetap semangat untuk terus berjalan. Jika cuaca cerah, kita juga bisa melihat gunung Merbabu lho. Lumayanlah sebagai penambah semangat. Hehehe..
Gunung Jobolarangan |
Gunung Jobolarangan 30 menit sebelum sunset |
Tadinya waktu pertama kali lihat cahaya bulan di tikungan
jalan itu saya pikir salah satu teman saya lagi iseng dan mengarahkan senternya ke arah saya, tapi kok tidak ada siluet orang ya?!.. Pas saya lihat lagi dengan seksama, ternyata itu cahaya bulan euy...
Begitu sampai di pos 6 (sekitar jam 10 malam) kita akhirnya memutuskan ngecamp saja disini soalnya dari pos ini ke Sindang Drajat cuma 15 menit sedangkan pada saat itu sedang badai (angin ribut). Jadi kita mesti ngecamp dulu untuk menghindari badai. (Sangat tidak disarankan berjalan atau hiking di gunung saat ada badai!).
Secara kita semua sangat kelelahan, akhirnya kita semua tertidur pulas setelah menyantap nasi bungkus yang kita beli di pos Cemara Sewu tadi sore. Paginya saat bangun ternyata bertepatan dengan terbitnya matahari. Foto-foto dehh.. hehehe.. *narsis.com*
Usai foto-foto
lanskap dan sunrise, siangnya kita langsung jalan menuju puncak Hargo Dumilah
(Gn Lawu) di ketinggian 3265 mdpl. Sebelumnya saya dan pichink menyempatkan diri
mengunjungi Hargo Dalem yang menurut cerita ini adalah tempat buat orang-orang yang sering datang
buat naruh sesajen demi meminta sesuatu. Ehh.. Tapi saya dan pichink kesini bukan buat naruh sesajen lho... cuma pingin lihat-lihat saja kok
sambil foto-foto.:)
Setelah puas foto-foto di Hargo Dalem, Kita pun segera menuju ke puncak gunung Lawu. Sesampainya di puncak Hargo Dumilah (3265 mdpl), kita semua menyempatkan diri buat upacara (maklumlah masih
dalam suasana 17 agustusan saat itu). Setelah beristirahat cukup lama, kita kemudian turun
lewat Jalur Cemara Kandang. Alasannya memilih jalur ini simpel. Untuk
naik ke Gn. Lawu cuma ada dua jalur. Jadi kalo yang satunya buat naik ya yang
satunya buat turun lah biar tahu perbedaan kedua jalur tersebut gituu...
Beberapa meter dari puncak jalurnya bikin sport jantung. Curam sekali dan di sebelah
kiri ada jurang yang sangat dalam. Kalau kata teman saya jurang itu namanya jurang penyesalan. Alasannya? Katanya kalau sampe jatuh kesitu maka orang itu pasti menyesal kenapa mau aja jatuh ke jurang itu. Ya iyalah masa ya iya dong. Siapa juga yang mau jatuh. Ada-ada
aja. Setelah track yang cukup curam itu, kita melewati hamparan padang rumput dan beberapa pohon
edelweiss.
Setelah dari situ kita ketemu pertigaan. Sebelumnya kita sudah diingatkan sama
pendaki yang kita temuin di pos 6 katanya jalurnya terbagi dua. Yang satu
jalurnya ngetrack abis sedangkan yang satunya landai tapi dua-duanya sama-sama
bakal ketemu di pos Cemara Kandang. Karena kita pingin jalan santai maka kita
pun memilih jalur yang landai. Tidak disangka jalur landai itu ternyata musti melipir
setengah bukit dulu. Jadi jalannya lumayan jauh banget.
Setelah jalan sekitar 5 jam, jam 9 malam kita sampai di Pos Cemara Kandang. Huah.. capek dan laper banget... Setelah masak dan membersihkan diri kita semua
tidur di pos yang sudah disiapin buat para pendaki. Sukses deh pendakian kali ini walaupun saya sempet meragukan diri saya sendiri saat itu, apakah
masih mampu naik gunung lagi atau tidak. Tapi ternyata bisa juga yah...
Keesokan harinya, karena kita belum beli tiket Solo-Jakarta, maka kita putuskan mau main-main dulu ke Jogja seharian. Dengan menggunakan kereta ekspres Prameks seharga 12.000/orang, kita pun mengunjungi Yogyakarta dan berjalan-jalan di seputaran Malioboro, Keraton Yogyakarta, dan Candi Prambanan sambil menikmati kuliner khas daerah istimewa ini. Malamnya, kitapun pulang kembali ke Jakarta. (EKW)
Begitu sampai di pos 6 (sekitar jam 10 malam) kita akhirnya memutuskan ngecamp saja disini soalnya dari pos ini ke Sindang Drajat cuma 15 menit sedangkan pada saat itu sedang badai (angin ribut). Jadi kita mesti ngecamp dulu untuk menghindari badai. (Sangat tidak disarankan berjalan atau hiking di gunung saat ada badai!).
Secara kita semua sangat kelelahan, akhirnya kita semua tertidur pulas setelah menyantap nasi bungkus yang kita beli di pos Cemara Sewu tadi sore. Paginya saat bangun ternyata bertepatan dengan terbitnya matahari. Foto-foto dehh.. hehehe.. *narsis.com*
menikmati sunrise |
Bangunan yang terbuat dari botol dan kaleng di sekitar Hargo Dalem |
Tempat sesajen di Hargo Dalem |
Upacara bendera 17 agustus di Hargo Dumilah, Gunung Lawu |
Bunga Edelweis |
Negeri diatas awan :) |
Padang rumput |
Pos Cemoro Kandang |
Siap-siap mau pulang |
Menikmati suasana malam di Malioboro |
Street grafitty around Malioboro |
Menikmati Prambanan di kala mendung |
keren.. btw sekarang kereta ekonomi udah ga kaya dulu ada yg ga kebagaian tmpt duduk.. keep bloging. :)
ReplyDeletewah saya sudah tidak tau kondisi kereta ekonomi sekarang..
Deleteterimkasih sudah mampir dan membaca.. :)
Gunung Lawu salah satu favorit pendaki di Jawa Timur
ReplyDeletebukannya di Jawa Tengah ya? setau saya klo favorit pendaki di Jawa Timur adalah Semeru..
Deletemeskipun agak susah air,sepertinya view yang didapat bakal bagus. mauuuuu >.<
ReplyDeleteiya.. viewnya TOP bangettt..
DeleteGunung lawu di bagi 2 separo di jateng tepatnya di kab.karanganyar separo lg di jatim/kab.magetan . Yg kalian daki tuh masuk jatim . Karena cemoro sewu dan puncak lawu hargo dumilah itu ada di wilayah jatim . Jalur pendakian lawu ada 4 yaitu lewat jogorogo ngawi , truz candi cetho , cemoro kandang dan cemoro sewu . Kmrn gw jg baru ja hiking ke sono . Maklum rumah gw di tawang mangu/ dekat grojogan sewu .
ReplyDeleteoh begitu ya..
Deleteterima kasih infonya.. ^_^
itu gunung merbabu kok keliatan deket banget mbak?
ReplyDeletedisebelahnya ada gunung merapi nggak tu ya?
pas aku kesana Merbabunya keliatan kecil bgt soalnya...
hehe btw salam kenal mbak
itu karena fotonya di zoom.. hehehe..
Deletesaya pake kamera pocket kok motretnya..
soalnya tahun 2008 itu saya blm punya DSLR