Bangun pagi dengan penuh semangat! Hari ini saya akan jalan-jalan ke kabupaten Siak Indrapura. Berdasarkan hasil survei instan tadi malam, transportasi menuju ke kabupaten ini ada 2. Yang pertama bis seharga 60.000 dengan waktu tempuh 2,5 jam. Yang kedua adalah Speedboat dengan harga RP.70.000 dengan waktu tempuh 2 jam.
Setelah dipikir-pikir dengan waktu tempuh yang cuma beda 30 menit dan beda harga 10.000 saya pun memilih naik speedboat. Tapi alasan sebenarnya sih, kapan lagi bisa naik speedboat dengan harga dibawah 100.000 untuk perjalanan 2 jam??? Hahahahaha...
Begitu keluar dari pelabuhan saya melihat ada warung makan persis di depan pelabuhan Siak. Setelah makan dan bertanya kepada pemilik warung, ternyata istana Siak itu tidak jauh dari pelabuhan, hanya sekitar 500 meter dari pelabuhan. Jadi, begitu keluar dari pelabuhan belok kanan lalu jalan terus hingga menemukan lapangan sepakbola, lalu belok kanan. Disitulah istana Siak berdiri dengan megah.
Oh ya, sebelum menuju ke Istana Siak, terdapat sebuah masjid dan makam Sultan Siak di tepi sungai Siak yang berjarak sekitar 200 meter dari pelabuhan. Mudah dikenali karena pagar dan masjid dicat dengan warna oranye dan hijau.
Masjid ini bukan masjid sembarangan lho, masjid ini merupakan bagian dari sejarah kesultanan Siak Sri Indrapura. Masjid itu adalah Masjid Syahabudin Siak. Nama masjid ini berasal dari bahasa Persia dan Arab, yaitu Syah (Persia) yang artinya penguasa, dan Ad-Din (Arab) yang artinya Agama.
Nama Masjid ini juga mencerminkan nama keturunan Sultan Siak yang berasal dari Arab, yaitu suku Syahad. Keturunan Sultan Siak yang berasal dari arab ini dimulai dari Sultan ke-2 yaitu Sultan Muhammad Ali, yang memerintah Kesultanan Siak pada tahun 1770 - 1779.
Masjid ini dibangun di tahun 1927 dan selesai pada tahun 1935 oleh Sultan Syarif Qasim II, Sultan terakhir yang memerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Pasti kalian berpikir, kenapa bangun masjid sekecil itu membutuhkan waktu yang lama?
Masjid ini dibangun dengan menggunakan dana dari Kesultanan Siak dan sumbangan masyarakat serta dibangun secara gotong royong oleh masyarakat Siak sendiri. Sepertinya Sultan Siak ingin masjid ini bisa dirawat oleh masyarakatnya sendiri, karena sesuatu yang kita bangun sendiri biasanya akan dirawat dan dijaga sebaik mungkin, bukan begitu?!
Di areal masjid ini juga terdapat makam dari Sultan Syarif Qasim II beserta istrinya yang membangun masjid ini. Awalnya masjid ini dibangun sejauh 100 meter dari tepi sungai Siak, namun karena proses erosi pada tepian sungai, jaraknya sekarang hanya 25 meter dari sungai Siak.
Di masjid Syahabudin Siak ini saya bersantai sejenak menunaikan kewajiban dan mendinginkan kepala karena masjid ini ada AC nya lho, jadinya adem dan sejuk sekaliiii.. hehehe... Setelah itu mengamati halaman belakang masjid yang berhadapan langsung dengan sungai Siak.
Sesekali saya melihat ada beberapa elang yang terbang dari hutan diseberang sungai Siak. Sayangnya lensa kamera saya tidak memadai untuk memotret jauh, jadinya cuma bisa mengamati saja. Hiks..hiks..hiks.. Mari kita menabung demi lensa tele!!
Usai menghabiskan waktu di masjid ini, saya pun segera beranjak menuju destinasi utama, Istana Siak.
Biaya masuk ke istana siak cukup murah, hanya 6000 rupiah. Awalnya saya berpikir istana Siak ini didalamnya hanya akan ada ruangan kosong dengan berbagai tulisan di dinding mengenai kejadian di setiap ruangan. Namun begitu melangkahkan kaki di dalam istana ini, saya terpesona dengan ruangan depan yang berisi belasan foto-foto dari para pemimpin Siak dari beberapa periode. Foto-foto itu memang tampang usang, namun terpelihara dengan baik karena dibingkai dan terlihat sangat bersih sekali.
Istana siak merupakan kediaman resmi Sultan Siak yang mulai dibangun pada tahun 1889 dan selesai dibangun pada tahun 1893. Istana ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Assyaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Kerajaan Siak sendiri merupakan kerajaan yang berdiri lebih dari dua
abad, yaitu tahun 1723 hingga 1946.
Kerajaan Siak awalnya adalah pecahan dari Kerajaan Melayu yaitu antara Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecil) dan Sultan Suleiman yang dibantu oleh Bugis. Sultan Abdul Jalil akhirnya tersingkir dan berpindah tempat yaitu ke Johor, Bintan, Bengkalis, hingga akhirnya ke pedalaman Sungai Siak, di Buantan sekitar 10 km di hilir kota Siak Sri Indrapura sekarang. Kerajaan Siak berkali-kali berpindah ibu kota yaitu di Buantan, Mempura, Senapelan, Mempura, dan terakhir di Kota Tinggi atau Siak Sri Indrapura.
Memasuki ruangan tengah di istana Siak, akan terlihat beberapa patung yang sepertinya sih suasana ketika Sultan Siak sedang berbincang dengan tamu atau para bawahannya. Lalu di sebelah kiri terdapat ruangan kristal yang berisi meja makan yang terbuat dari kristal asli lho..
Di ruangan ini terdapat banyak sekali cermin yang digantung di dinding. ada lebih dari 10 cermin berukuran besar. Menurut guidenya, cermin ini dimaksudkan sebagai pemantul cahaya, baik cahaya matahari dari luar maupun cahaya dari lampu kristal ditengah ruangan yang di jaman dahulu kala yang masih menggunakan lilin, agar ruangan menjadi lebih terang.
Didalam ruangan ini juga ada kursi singgasana sultan Siak yang terbuat dari emas 24 karat. Pas saya tanya berapa kilogram emas yang dipakai untuk membuat kursi ini, guidenya cuma bisa menggeleng kepala sambil tersenyum. :D
Sambil mengabadikan gambar sana-sini, mata saya tertuju pada ornamen atau hiasan di dekat plafon berupa kepala anjing yang menggigit kelinci dan burung. Saya lihat di beberapa ruangan ini terdapat beberapa ornamen seperti itu. Menurut guidenya, ornamen ini merupakan simbolisasi dari penjajah yang menjajah bangsa Indonesia, Jadi anjing adalah simbolisasi penjajah, sedangkan burung dan kelinci adalah rakyat Indonesia, lebih spesifik lagi, burung elang merupakan simbol kesultanan Siak.
Memasuki ruangan paling belakang terdapat rak buku dengan berbagai macam arsip yang tersusun rapi. Menurut guide, arsip-arsip ini adalah berbagai macam surat-surat atau dokumen dari dan untuk Sultan Siak.
Di ruangan yang sama juga terdapat tangga untuk menuju ke lantai dua. Begitu memasuki lantai dua, ada beberapa ruangan yang dulunya merupakan kamar-kamar yang dipakai oleh para keluarga Sultan. Barang-barang dan pajangan di kamar ini tidak seramai di lantai satu.
Ada beberapa peralatan masak yang terbuat dari kuningan yang diletakkan di tengah-tengah ruangan dan juga beberapa foto keluarga Sultan Siak. Selain itu ada juga foto dari Pakoe Buwono ke XI dan foto ratu Wilhelmina dari Belanda lho disini! Keren!!!
Setelah puas mengamati berbagai peralatan yang ada di lantai 2, saya pun turun dan menuju ke bagian belakang istana ini. Di belakang istana ini ada sebuah kereta kencana yang dulu dipakai oleh keluarga kesultanan Siak. Selain itu ada juga kapal Kato Kesultanan Siak yang dulunya selalu dipakai oleh Sultan Siak ketika melakukan kunjungan ke daerah-daerah kekuasaannya. Kapal yang memiliki panjang 12 meter dengan bobot 15 ton ini merupakan kapal besi yang menggunakan bahan bakar batu bara.
Hmm.. Kunjungan yang sangat menyenangkan ke Istana Siak, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai museum Istana Siak. Dengan 15 orang guide sekaligus penjaga yang siap membantu dan menjelaskan sejarah Kesultanan Siak, menurut gw pribadi, ini merupakan museum terbaik dari semua museum yang pernah saya kunjungi. Oh ya, ke 15 guide itu juga secara berkala selalu membersihkan semua perabotan di dalam Istana Siak minimal seminggu sekali lho. Good job, guys! (EKW)
Setelah dipikir-pikir dengan waktu tempuh yang cuma beda 30 menit dan beda harga 10.000 saya pun memilih naik speedboat. Tapi alasan sebenarnya sih, kapan lagi bisa naik speedboat dengan harga dibawah 100.000 untuk perjalanan 2 jam??? Hahahahaha...
Darimana saya bisa tahu transportasi menuju ke Siak? Kebetulan di rumah Indah ada buku panduan wisata untuk propinsi Riau keluaran tahun 2011. Semua transportasi dari Pekanbaru menuju kabupaten lain plus objek wisata yang bisa dilihat tercantum disana. Jadi saya bisa segera memutuskan kemana saya mau pergi dengan cepat. Lagipula kabupaten Siak termasuk kota terdekat dengan Pekanbaru jadi kesanalah saya.
Rencananya saya akan naik speedboat yang jam 9 pagi. Sayangnya karena kelamaan bengong di kamar mandi, *secara Pekanbaru panas banget* jadi saya telat deh.. Akhirnya saya berangkat dari rumah sekitar pukul 9 lewat beberapa menit menuju ke pelabuhan Sungai Duku yang berada di bagian lain kota Pekanbaru. Sampai di pelabuhan waktu sudah menunjukkan pukul 11.25 menit. setelah celingak-celinguk sebentar di pelabuhan mecari tiket counter speedboat, akhirnya ketemu juga.
Ketika saya sedang membayar uang tiket seharga 67ribu rupiah, tiba-tiba dari samping ada seorang bapak yang teriak-teriak "Woy..ini nih.. yang ditunggu dari tadi sudah datang!" sambil melihat saya dan bilang "Silakan Mbak, langsung naik saja, itu kapalnya". Lha?! Ini apa maksudnya ya? Kok tau saya mau ke Siak? Perasaan saya tidak bilang siapa-siapa deh.. *Berasa artis ibukota atau pejabat penting*
Ternyata saudara-saudara, kapal itu memang akan berangkat 5 menit lagi, jadi biasalah penumpang terakhir suka dibegituin dehh... *Padahal sudah GR duluan* Hehehehe.. Jadi duduklah saya di dalam kapal tersebut dan mengambil posisi di dekat jendela, seperti biasa, supaya bisa hunting foto lah.. Hohoho..
Pelabuhan Sungai Duku, Pekanbaru |
Rencananya saya akan naik speedboat yang jam 9 pagi. Sayangnya karena kelamaan bengong di kamar mandi, *secara Pekanbaru panas banget* jadi saya telat deh.. Akhirnya saya berangkat dari rumah sekitar pukul 9 lewat beberapa menit menuju ke pelabuhan Sungai Duku yang berada di bagian lain kota Pekanbaru. Sampai di pelabuhan waktu sudah menunjukkan pukul 11.25 menit. setelah celingak-celinguk sebentar di pelabuhan mecari tiket counter speedboat, akhirnya ketemu juga.
Tiket Speedboat Siak - Pekanbaru |
Ternyata saudara-saudara, kapal itu memang akan berangkat 5 menit lagi, jadi biasalah penumpang terakhir suka dibegituin dehh... *Padahal sudah GR duluan* Hehehehe.. Jadi duduklah saya di dalam kapal tersebut dan mengambil posisi di dekat jendela, seperti biasa, supaya bisa hunting foto lah.. Hohoho..
Setelah menempuh 2 jam perjalanan, akhirnya saya sampai juga di pelabuhan kota Siak. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 12.30 waktu setempat. Berdasarkan hasil riset, di Siak cuma ada dua jenis kendaraan umum, ojek dan bentor atau becak motor.
Secara saya tidak tahu berapa jauh jarak dari pelabuhan ke istana Siak, maka saya pun memakai strategi, jajan dulu di warung baru bertanya sama yang punya warung. Soalnya kalau bertanya langsung ke tukang ojek atau bentor pasti saya akan mendapatkan jawaban "jauh banget mbak, mari sini saya anterin.. murah kok" dan kenyataanya biasa kebalikan dari omongannya. *Pengalaman pribadi*
Pelabuhan Siak Sri Indapura |
Becak motor = Bentor |
Begitu keluar dari pelabuhan saya melihat ada warung makan persis di depan pelabuhan Siak. Setelah makan dan bertanya kepada pemilik warung, ternyata istana Siak itu tidak jauh dari pelabuhan, hanya sekitar 500 meter dari pelabuhan. Jadi, begitu keluar dari pelabuhan belok kanan lalu jalan terus hingga menemukan lapangan sepakbola, lalu belok kanan. Disitulah istana Siak berdiri dengan megah.
Oh ya, sebelum menuju ke Istana Siak, terdapat sebuah masjid dan makam Sultan Siak di tepi sungai Siak yang berjarak sekitar 200 meter dari pelabuhan. Mudah dikenali karena pagar dan masjid dicat dengan warna oranye dan hijau.
Masjid ini bukan masjid sembarangan lho, masjid ini merupakan bagian dari sejarah kesultanan Siak Sri Indrapura. Masjid itu adalah Masjid Syahabudin Siak. Nama masjid ini berasal dari bahasa Persia dan Arab, yaitu Syah (Persia) yang artinya penguasa, dan Ad-Din (Arab) yang artinya Agama.
Masjid Syahabudin Siak dilihat dari tepian sungai Siak |
Masjid ini dibangun di tahun 1927 dan selesai pada tahun 1935 oleh Sultan Syarif Qasim II, Sultan terakhir yang memerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura. Pasti kalian berpikir, kenapa bangun masjid sekecil itu membutuhkan waktu yang lama?
Masjid ini dibangun dengan menggunakan dana dari Kesultanan Siak dan sumbangan masyarakat serta dibangun secara gotong royong oleh masyarakat Siak sendiri. Sepertinya Sultan Siak ingin masjid ini bisa dirawat oleh masyarakatnya sendiri, karena sesuatu yang kita bangun sendiri biasanya akan dirawat dan dijaga sebaik mungkin, bukan begitu?!
Di areal masjid ini juga terdapat makam dari Sultan Syarif Qasim II beserta istrinya yang membangun masjid ini. Awalnya masjid ini dibangun sejauh 100 meter dari tepi sungai Siak, namun karena proses erosi pada tepian sungai, jaraknya sekarang hanya 25 meter dari sungai Siak.
Hijau: Makam Sultan Siak Syarif Qasim II Oranye: Masjid Syahabudin Siak |
Makam Keluarga Sultan Siak Syarif Qasim II |
Sesekali saya melihat ada beberapa elang yang terbang dari hutan diseberang sungai Siak. Sayangnya lensa kamera saya tidak memadai untuk memotret jauh, jadinya cuma bisa mengamati saja. Hiks..hiks..hiks.. Mari kita menabung demi lensa tele!!
Usai menghabiskan waktu di masjid ini, saya pun segera beranjak menuju destinasi utama, Istana Siak.
Mari berkunjung ke Istana Siak |
Salah satu Sultan Siak yang memerintah pada tahun 1940 |
Nama beberapa Sultan Siak yang pernah memerintah kesultanan Siak Sri Indrapura |
Kerajaan Siak awalnya adalah pecahan dari Kerajaan Melayu yaitu antara Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecil) dan Sultan Suleiman yang dibantu oleh Bugis. Sultan Abdul Jalil akhirnya tersingkir dan berpindah tempat yaitu ke Johor, Bintan, Bengkalis, hingga akhirnya ke pedalaman Sungai Siak, di Buantan sekitar 10 km di hilir kota Siak Sri Indrapura sekarang. Kerajaan Siak berkali-kali berpindah ibu kota yaitu di Buantan, Mempura, Senapelan, Mempura, dan terakhir di Kota Tinggi atau Siak Sri Indrapura.
Ilustrasi di dalam Istana Siak |
Ruangan Kristal |
Cermin dimana-mana |
Singgasana emas Sultan Siak |
Simbolisasi penjajah yang menjajah Indonesia |
Tangga menuju lantai 2 |
Nampan yang biasa digunakan di Istana Siak |
Foto Pakoe Buwono ke XI |
Foto Ratu Wilhelmina |
Istana Siak dilihat dari belakang |
Kereta kencana |
Kapal Kato |
Katanya sih dsna jg ada alat musik yg cuma ada 2 di dunia. di siak n Jerman. Tapi alat musiknya diputerin cuma ke tamu penting aja..
ReplyDeleteiya, memang ada, namanya komet
Deletesebenarnya mau ditulis, tapi lg mentok jadi nanti diupdate lagi tentang beberapa isi dalam istana siak ini.
Terima kasih sudah mampir. :D
bagus yah kak tempatnya, sayang waktu aku ke Pekan Baru ngga punya waktu buat muter2 kota :(
ReplyDeletePadahal dengan berkunjung ketempat-tempat kaya gini, kita jadi makin mengenal sejarah bangsa sendiri, pasti jadi makin cinta sama Indonesia. :)
next time, Mau balik lagi pokoknya ke Pekan baru
istana siak ini memang tidak di kota pekanbaru, tapi diluar kota PKU, sekitar 2-3 jam perjalanan..
Deletesaya juga cinta Indonesia, itu makanya kalau traveling tidak mau sekedar senang-senag aja, harus ada ilmu baru yang masuk donk, betuk tidak?!
hehehe..
izin share ya sobat, salam dari warga siak..
ReplyDeletesilakan!
Deletesalam kenal ya :)
Alhamdulillah udah ada anak bangsa yg berminat mengenal sejarah Siak Sri Indrapura. Sebenarnya banyak lagi harus ditulis dan foto dipamirkan. Tapi cukuplah buat pengenalan anak2 bangsa kepada Siak Sri Indrapura. Makanan kebiasan orang Siak adalah asam pedas ikanpatin. Surat perjanjian Siak-Belanda ada tersimpan oleh cucu cicit datuk2 penasihat Sultan yg skrg bermaustatin di Spore.
ReplyDeleteterima kasih atas apresiasinya.. saya masih perlu banyak belajar tentang sejarah Siak. Sayang saya hanya sempat berkunjung ke Siak 1 hari saja. lain waktu saya ingin berkunjung lebih lama untuk mengenal Siak Sri Indrapura dengan baik
Delete