Pasir putih, ombak besar, langit biru dan beberapa pohon kelapa di pinggir pantai. Setelah berhasil menukar celana jeans dan celana pendek saya dengan kawan saya, Dewi Setyorini, yang memakai legging hitam panjang, saya pun mulai berjalan menyusuri pantai dengan lebih mendekat ke arah laut.
Tadinya saya sempat bete sendiri karena perjalanan hari ini ke pantai Laguna Pari saya memakai celana jeans. Entah saya yang kurang menyimak atau penjelasan teman saya yang kurang jelas. Namun setelah bernegosiasi dengan Dewi yang memakai legging supaya mau bertukar celana pendek dengan saya, *saya selalu memakai celana pendek setiap memakai celana jeans* akhirnya saya pun bisa melepas celana jeans, memakai legging dan berjalan menyusuri tepian pantai dan bermain dengan ombak.. Yippiieee...
|
bermain-main dengan ombak di Laguna Pari, Sawarna |
Jadi bagaimana ceritanya sehingga saya bisa main-main di pantai berpasir putih ini??? Oh itu sih niat awalnya cuma mau jadi kompor saja untuk menyemangati yang ingin main-main ke Sawarna. Tak disangka jumat siang saya menerima kabar kalau trip ke Sawarna 95% siap dieksekusi dan sebagai orang yang mengkompori trip ini, saya wajib ikut. Hadooh.. belum packing!! lagi di kantor!! Deadline woy.. Deadline!!
Akhirnya dengan mesin turbo tingkat dewa, dalam waktu 5 jam saya menyelesaikan 3 naskah TV dan langsung pulang ke rumah, packing dan langsung jalan lagi ke tempat meeting point di Slipi Jaya. Setelah semua orang berkumpul, ternyata kita punya masalah, kita berjumlah 17 orang sedangkan minibus yang kita sewa cuma bisa menampung 15 orang. Nah lo? Sisanya mau ditaruh dimana? Di bagasi? Sudah penuh dengan tas.
Akhirnya saya dan Lisa harus mengalah. Saya duduk diatas tas yang ditaruh di pintu masuk mobil, *ada ruang sedikit buat orang duduk* sedangkan Lisa harus duduk dekat sopir dengan kopling disela-sela kakinya. Artinya di depan 4 orang. Setelah formasi aneh itu, kita pun langsung berangkat menuju ke Sawarna.
Setelah melewati 8 jam perjalanan yang menyiksa (minimal sih versi saya loh..) akhirnya sampai juga di desa Sawarna. Ohh.. Jadi ini toh desa Sawarna yang tersohor itu. Maklum, baru pertama kali kesini euy. Setelah Dewi, Lisa, dan Yuli sibuk mondar-mandir menghubungi homestay yang akan kita tempati. Akhirnya kita bisa juga tinggal di salah satu homestay di desa ini.
Setelah selesai berbenah, makan dan istirahat sejenak mengistirahatkan punggung, saya dan beberapa orang berinisiatif untuk berjalan kaki menuju pantai Sawarna yang menurut papan petunjuk di depan homestay sih katanya cuma berjarak 500 meter. Jalanan menuju pantai ini melewati persawahan penduduk yang sedang ditanami. Foto-foto dulu donk buat stock foto pribadi. Hehehe..
Begitu sampai di pantai, saya cuma bisa terdiam sejenak. Ada apa dengan pantainya? Ya gitu deh. Biasa aja sih menurut saya. Eh tidak juga sih. Sebenarnya sih pantai ini bisa lebih bagus lagi kalau tidak ada sampahnya. Ya, SAMPAH, saudara-saudara. Saya memang paling sebal kalau melihat ada sampah dimana saja. Jadinya agak kecewa melihat pantai Sawarna yang terkenal itu telah ternodai dengan
sampah.
|
pantai desa Sawarna |
|
Ternyata kalau dilihat dari kejauhan seperti ini
Pantai desa Sawarna bagus juga tuh.. |
Hmm. Pantai berikutnya yang saya sambangi bersama kawan-kawan saya adalah Tanjung Layar. Kalau menurut mbah google sih katanya di pantai ini ada batu karang besar yang seperti layar kapal. Maka keesokan paginya meluncurlah saya dan kawan-kawan untuk kesana.
Perjalanan menuju kesana ditempuh sekitar 20 menit menyusuri pantai sawarna, mulai dari pantai berpasir hingga pantai berkarang-karang. Begitu sampai di pantai Tanjung Layar, saya cuma bisa manggut-manggut melihatnya. No comment ah. Hehehe..
|
Pantai Tanjung Layar |
Disini saya dan kawan-kawan pun menuju ke bagian karang yang berbentuk seperti layar itu. Kebetulan laut lagi surut jadi daerah sekitar karang besar itu bisa dipijak. Kalau lagi pasang sih bisa aja dipijak, Tapi resiko ke seret arus lebih besar pada saat pasang ketimbang surut.
|
pantai karang Tanjung Layar |
|
Ombak besar di pantai karang Tanjung Layar |
Disini sempat terjadi insiden yang menyebabkan beberapa teman saya terluka, karena pas ombak besar yang tiba-tiba datang, beberapa teman saya sempat terbawa arus dan terserat di pantai berkarang itu. Bahkan ada beberapa yang peralatan elektroniknya seperti kamera, dan handphone rusak akibat terendam air. Setelah insiden itu kami pun segera cabut dari pantai Tanjung Layar sebelum ada insiden lainnya yang lebih parah.
Keesokan paginya saya dan teman-teman lainnya menuju ke pantai Laguna Pari. Menurut pendapat warga desa, ini adalah pantai paling bagus di Sawarna dengan pasir putihnya. Cuma jaraknya agak jauh, sekitar 1-2 jam jalan kaki. Perjalanan menuju ke Laguna Pari melewati areal persawahan dan jalan desa yang becek dan licin.
|
Areal persawahan menuju ke Laguna Pari |
|
Jalan becek, tak ada ojek
LOL |
Sampai di pantai Laguna Pari, ternyata pantai ini begitu bersih, putih, dan pastinya lebih sedikit pengunjungnya. Saya sampai terpesona melihatnya. Usai ber tukar celana dengan teman, saya pun berjalan-jalan sambil menikmati demburan ombak yang menyapu kaki saya. Hyaahh!! Senangnya!! :)
Seperti biasa, sesi foto-foto narsis, sendiri ataupun bareng-bareng teman-teman lainnya, dengan berbagai pose pun dilakukan. Sesekali ombak menerpa dan menjatuhkan para foto model dadakan ini. Hehehe..
|
Pantai Laguna Pari |
|
Pemandangan pantai yang menenangkan |
Di suatu saat, Ombak yang cukup besar kembali menggulung saya dan teman-teman. Saat berusaha untuk berdiri, saya mengusap wajah dan menyadari sesuatu. Kacamata saya hilang!!! Huahh!! Kacamata saya hilang ditelan ombak!! Hiks..hiks..hiks.. Ombak, kembalikan kacamata saya dong.. Minus 6 nih.. tidak bisa melihat apa-apa. *nangis bombay*
Setelah manyun selama belasan menit, akhirnya kita memutuskan kembali ke homestay karena hari sudah semakin siang dan sudah saatnya kita harus segera balik ke Jakarta. Dengan bantuan beberapa teman, saya pun berjalan sambil berusaha menyipitkan mata untuk bisa melihat jalan dengan baik. Jalan sih kelihatan, cuma saya tidak bisa melihat detail jalanan seperti lubang, batu ataupun kubangan lumpur. *Blur mode ON deh* Sesekali memotret pemandangan juga cuma mengandalkan fitur Auto Fokus. Whoo.. sahhh...
|
Meski kehilangan kacamata dan tidak fokus, kamera saya bisa tetap fokus tuh..
Hehehe.. *Apa coba maksudnya* |
|
Jadi tersenyum kembali setelah melihat landscape yang indah ini. |
|
Sebenarnya pengen beli baju ini..
tapi ukuran yang tersisa tinggal XL :( |
Untungnya begitu sampai di homestay, salah satu teman saya, Kimmie, ternyata membawa kacamata cadangannya, meski minusnya beda, hanya minus 5. Ya sudahlah, daripada tidak ada sama sekali. Pusing seharian karena memakai kacamata beda ukuran terpaksa harus ditolong dengan obat sakit kepala. Ayo kita pulang ke Jakarta karena besok saya harus beli kacamata baru. Semangat!! (EKW)
Syukurlah, untung gak sampe ke seret ombak ke tengah..
ReplyDeleteiya juga sih..
Delete*salah fokus nih saya*
hehehe..
Semoga cepat dapat ganti kacamatanya :)
ReplyDeletebegitu pulang ke Jakarta langsung beli kok.. secara klo gak cepat diganti saya gak bisa kerja.. hehehe
DeleteKeren pantainya, sebenernya pantai2 di indonesia itu Indah, tapi sayang kurang perawatan dan akses transportasi yang kurang, kalo bisa dikemas dengan menarik pasti banyak wisatawan mancanegara yang mau datang
ReplyDeleteSalam kenal
Salam kenal kembali mas Salman.
Deletekalau menurut saya pribadi sih teteup lebih suka pantai laguna pari secara lebih bersih dan sedikit pengunjungnya..
tapi memang masalah kurang perawatan dan akses transportasi memang selalu jadi kendala di hampir semua objek wisata di indonesia sih ya..
Ah aku senang sekali nongkrong2 berjemur + berenang di lagoon pari ini trus jangan lupa beli lobster yg murah meriah dari nelayan trus di masakin deh ... Ah jadi kangen Sawarna :-)
ReplyDeleteah si mas Cumi Lebay.. saya juga jadi kangen Sawarna lagi nehh .. :)
Delete