Setelah huru-hara menyambut tugas negara ke Palangkaraya (baca disini) saya akhirnya bisa tiba dengan selamat di bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya sambil ngusap-ngusap hidung yang mampet bin gatal sejak 3 hari yang lalu.
Narasumber yang akan saya temui adalah bapak Syaer Sua, seniman karungut dari Kalimantan Tengah. Karungut sendiri adalah kesenian tradisional dari suku Dayak di Kalimantan yang berupa seni musik dan atau seni sastra lisan seperti pantun dan puisi yang didendangkan. Karungut biasanya berisi pesan-pesan kehidupan bagi para generasi muda.
Ternyata perjalanan menuju tempat tinggal narasumber tidak semudah yang dibayangkan. Beliau tinggal di Desa Tumbang Manggu, kecamatan Sanaman Mantikei, kabupaten Katingan yang letaknya sekitar 5-6 jam dari kota Palangkaraya.
Perjalanan pun dimulai dari jalan beraspal mulus hingga berbatu, berpasir hingga berair. Berair dalam artian harfiah lohh.. soalnya pakai acara menyeberangi sungai sampai 3 kali! pakai perahu. *Ya kali naik mobil nyebur sungai* hehehehe.
Memasuki jalanan menuju desa Tumbang Manggu, tidak ada jalanan beraspal mulus sama sekali. Hanya jalanan pasir yang berdebu dan sesekali terlihat deretan kayu yang telah dipotong berjajar rapi di pinggir jalan.
Mencari rumah beliau cukup mudah, semua penduduk desa mengenal beliau sebagai sesepuh Karungut dengan rumah betangnya yang berdiri kokoh di tengah desa. Mengetuk pintu di rumah Betang pun disambut dengan sapaan ramahnya saat menyambut kami memasuki rumah kediamannya yang dibangun pada tahun 2002.
Berbagi cerita, mencicipi masakan rumahan khas Dayak dan mendengarkan beliau bercerita sambil memainkan alat musik tradisional benar-benar jadi momen tak terlupakan. Beliau pun tidak keberatan saat saya meminta menggunakan pakaian adat khas Dayak dan menyanyikan lagu yang sama 3 kali berturut-turut untuk pengambilan gambar video. Maklum, untuk tugas kali ini, hanya saya seorang diri videografernya. Mau tak mau, harus melakukan beberapa kali pengambilan gambar untuk video yang sama.
Usai tugas selesai, kami pun diajak berkeliling di kedua rumah betangnya. "Bagaimana kalau malam ini kalian menginap saja disini?" ajaknya ramah. Senyum saya yang saat itu mulai terkembang mendengar ajakannya mendadak membeku saat mendengar team leader saya berkata: "Terima kasih pak, tapi kami hanya punya 2 hari di Kalimantan dan esok adalah tugas kami mewawancarai beberapa orang di kota Palangkaraya sebagai testimoni untuk Bapak, jadi kami harus pulang malam ini" ujarnya. Saat itu, ada sedikit rasa sesal di dada tidak bisa memenuhi ajakan beliau untuk menginap semalam di rumah Betangnya.
Kami pun segera pamit pada sore hari menjelang magrib dan bergegas meninggalkan desa Tumbang Manggu. Esok harinya tugas pun selesai dan kami segera pulang ke ibukota. Liputan dan pertemuan tentang beliau pun segera terlupakan dengan berbagai tugas negara yang datang bertubi-tubi hingga saya hanya sempat membagikan hasil video liputan lewat akun youtube pribadi saya @endahkwira setahun yang lalu.
Tak dinyana, sebulan yang lalu, beberapa orang mengomentari video youtube itu dengan ucapan belasungkawa "RIP pak Syaer Sua". Terkejut! Saya mencari info tentang beliau dan ternyata ia telah wafat pada tanggal 25 September 2016 karena penyakit pembesaran pembuluh jantung di RSPAD Jakarta.
Ahh.. Padahal saya berniat suatu saat ingin kembali kesana, menikmati alam dan seni budaya Kalimantan dan berbagi cerita bersama beliau di rumah Betangnya yang mempesona. Namun, nasib menggariskan jalan yang lain. Selamat jalan pak Syaer Sua, Semoga tenang bersama Yang Maha Kuasa disana dan abadi selalu nama dan seni yang telah engkau ajarkan di dunia ini.
Narasumber yang akan saya temui adalah bapak Syaer Sua, seniman karungut dari Kalimantan Tengah. Karungut sendiri adalah kesenian tradisional dari suku Dayak di Kalimantan yang berupa seni musik dan atau seni sastra lisan seperti pantun dan puisi yang didendangkan. Karungut biasanya berisi pesan-pesan kehidupan bagi para generasi muda.
Ternyata perjalanan menuju tempat tinggal narasumber tidak semudah yang dibayangkan. Beliau tinggal di Desa Tumbang Manggu, kecamatan Sanaman Mantikei, kabupaten Katingan yang letaknya sekitar 5-6 jam dari kota Palangkaraya.
Perjalanan pun dimulai dari jalan beraspal mulus hingga berbatu, berpasir hingga berair. Berair dalam artian harfiah lohh.. soalnya pakai acara menyeberangi sungai sampai 3 kali! pakai perahu. *Ya kali naik mobil nyebur sungai* hehehehe.
Memasuki jalanan menuju desa Tumbang Manggu, tidak ada jalanan beraspal mulus sama sekali. Hanya jalanan pasir yang berdebu dan sesekali terlihat deretan kayu yang telah dipotong berjajar rapi di pinggir jalan.
Mencari rumah beliau cukup mudah, semua penduduk desa mengenal beliau sebagai sesepuh Karungut dengan rumah betangnya yang berdiri kokoh di tengah desa. Mengetuk pintu di rumah Betang pun disambut dengan sapaan ramahnya saat menyambut kami memasuki rumah kediamannya yang dibangun pada tahun 2002.
Berbagi cerita, mencicipi masakan rumahan khas Dayak dan mendengarkan beliau bercerita sambil memainkan alat musik tradisional benar-benar jadi momen tak terlupakan. Beliau pun tidak keberatan saat saya meminta menggunakan pakaian adat khas Dayak dan menyanyikan lagu yang sama 3 kali berturut-turut untuk pengambilan gambar video. Maklum, untuk tugas kali ini, hanya saya seorang diri videografernya. Mau tak mau, harus melakukan beberapa kali pengambilan gambar untuk video yang sama.
Usai tugas selesai, kami pun diajak berkeliling di kedua rumah betangnya. "Bagaimana kalau malam ini kalian menginap saja disini?" ajaknya ramah. Senyum saya yang saat itu mulai terkembang mendengar ajakannya mendadak membeku saat mendengar team leader saya berkata: "Terima kasih pak, tapi kami hanya punya 2 hari di Kalimantan dan esok adalah tugas kami mewawancarai beberapa orang di kota Palangkaraya sebagai testimoni untuk Bapak, jadi kami harus pulang malam ini" ujarnya. Saat itu, ada sedikit rasa sesal di dada tidak bisa memenuhi ajakan beliau untuk menginap semalam di rumah Betangnya.
Kami pun segera pamit pada sore hari menjelang magrib dan bergegas meninggalkan desa Tumbang Manggu. Esok harinya tugas pun selesai dan kami segera pulang ke ibukota. Liputan dan pertemuan tentang beliau pun segera terlupakan dengan berbagai tugas negara yang datang bertubi-tubi hingga saya hanya sempat membagikan hasil video liputan lewat akun youtube pribadi saya @endahkwira setahun yang lalu.
Tak dinyana, sebulan yang lalu, beberapa orang mengomentari video youtube itu dengan ucapan belasungkawa "RIP pak Syaer Sua". Terkejut! Saya mencari info tentang beliau dan ternyata ia telah wafat pada tanggal 25 September 2016 karena penyakit pembesaran pembuluh jantung di RSPAD Jakarta.
Ahh.. Padahal saya berniat suatu saat ingin kembali kesana, menikmati alam dan seni budaya Kalimantan dan berbagi cerita bersama beliau di rumah Betangnya yang mempesona. Namun, nasib menggariskan jalan yang lain. Selamat jalan pak Syaer Sua, Semoga tenang bersama Yang Maha Kuasa disana dan abadi selalu nama dan seni yang telah engkau ajarkan di dunia ini.
Tulisan ini didedikasikan kepada Alm. Bapak Syaer Sua (15 Mei 1952 - 25 September 2016).
Ngeri, nyebrangnya pake feri tradisional gitu :o
ReplyDeletengeri.. tapi seru juga sih
DeleteJadi semacam kenangan terakhir, ya, Mbak. Video dan perjuangan untuk bertemu menjadi memori.
ReplyDeleteIya ini kenangan terakhir bersama beliau. padahal masih ada niat pengen kesana lagi bertemu beliau euy. tapi sudah tidak bisa lagi.
DeleteSenang ya mba Travelling ke tempat kaya begini udah gitu kesenian Dayak lagi, saya suka kalo sudah menyangkut kesenian dan budaya juga sejarah
ReplyDeleteAlhamdulillah bisa mendapatkan kesempatan menikmati alam dan budaya suku dayak disana. Topik seni budaya dan sejarah memang juga selalu menarik untuk diulas sih ya.
DeleteSedih ya Mbak seniman tradisional seperti beliau pergi satu demi satu. Semoga saja keahlian beliau tentang seni karungut ada yang meneruskan.
ReplyDeleteAlhamdulillah salah satu anaknya punya sanggar tari tradisional di kota Palangkaraya dan memang sering tampil juga. Jadi bisa dianggap dia penerus jiwa seni bapaknya, meski agak beda sedikit lewat jalur tari
DeleteSeru sekaligus ngeri. Sampai menyebrangi sungai 3 kali. Kalau saya...mungkin sudah KO
ReplyDeleteKalau cuma dibaca mungkin terlihat ngeri, tapi kalau pas dijalani sih seru aja tuh mbak. hehehe
Deletedulu sering denger instrumen musiknya waktu tinggal di palangkaraya.
ReplyDeleteturut berduka dengan kepergian bapak syaer sua
musik karungut ini memang unik dan enak didengar ya.
Deleteterima kasih ucapannya.
Nyebrang sungai 3 kali dan perjalanan panjang yang sungguh berarti ya Mbak...
ReplyDeleteBeliau seniman luar biasa.Doa terbaik untuk Beliau.
Duh, semoga sudah ada generasi penerusnya ya
Perjalanan yang sangat memorable ini mbak.
DeleteSalah satu anaknya punya sanggar tari tradisional di kota Palangkaraya dan sering menggunakan musik karungut bapaknya.
mungkin bisa dibilang dia yang mewarisi jiwa seni pak Syaer Sua.
Alat musiknya Sape kah? Saya suka dengan suara musik dari Sape ini.
ReplyDeleteSemoga beliau memiliki penerus dalam menjaga kesenian tradisional Dayak
Iya, itu memang sape mbak. pak Syaer Sua ini bisa memainkan beberapa alat musik. Selain Sape, beliau juga mahir main suling dan kecapi.
DeleteAda anaknya yang punya sanggar tari tradisional sih. jadi bisa dibilang dia penerus jiwa seni bapaknya.
innalillaahi wa inna ilayhi raajiuun. semoga Beliau tenang di sana
ReplyDeleteAmin Ya rabbal alamin. terimak kasih mbak.
DeletePengalaman yang seru, meski tidak ada yang pernah tahu kapan ajal akan menjemput. Semoga amal beliau diterima di sisi Allah Swt, aamiin
ReplyDeleteAmin ya Allah. Makasih mbak. :)
DeleteSedih membaca beliau sudah wafat. Semoga ada generasi penerus yang akan tetap mau melestarikan budaya
ReplyDeleteiya mbak. saya jugakaget dan sedih mendengar berita ia meninggal euy. padahal masih ingin main kesana euy
DeleteIni menjadi pengalaman dari perjalanan yang menyenangkan ya mba. Pasti banyak kenangan ya. Turut berduka cita mba.
ReplyDeleteIya mbak. banyak kenangan selama 2 hari 1 malam perjalanan disana euy.
Deletemakasih mbak
Perjalanan penuh cerita dan kenangan ya, Mbak. Semoga beliau khusnul khotimah, dan ilmu serta pengalamannya tetap tersampaikan melalui postingan Mbak.
ReplyDeleteMudah-mudahan ilmunya selama di dunia berguna selalu buat orang banyak ya.
DeleteSedih aku baca endingnya hiks
ReplyDeleteLuar biasa Pak Syaer Sua, seniman yang menjaga khasanah kekayaan bangsa dengan baik. Selamat jalan bapak
Iya, pengalaman dan ilmu beliau tentang seni karungut memang luar biasa.
Deletekujuga jadi sedih pas dengar beritanya.
Musik dan lagu tradisional selalu enak di dengar walau saya ga tau artinya, innalillahi wainnailaihirojiun semoga kebaikan beliau selalu dikenang dan ada penerus kebudayaan dan seni daerah
ReplyDeleteiya.. saya suka banget dengar musiknya pas kesana. rasanya tenang dan damai gitu deh.
Deletesedih mba semoga ada penerusnya yah turut berduka cita mba
ReplyDeleteiya mbak ada salah satu anaknya yang punya sanggar tari di kota Palangkaraya.
DeleteYa ampun beruntung mba bisa menemui narasumber yg sangat menginspirasi. Perjalanan menuju ke lokasi pun tak kalah menarik dgn berbagai rintang menghadang
ReplyDeleteAlhamdulillah saya diberi kesempatan untuk melakukan perjalanan itu. dan memang benar-bernar seru dan menginspirasi juga narasumbernya
Deleteso inspire tulisannya meski ada duka diakhir tulisannya..
ReplyDeleteterima kasih banyak mas.
Deleteaku tertarik dengan foto menyebrangnya itu greget banget yah, aku yang naik sih deg2an mbak.hehe
ReplyDeleteyahh deg-degan gimana gitu.. takut kapalnya gak kuat ama beban beberapa kendaraan diatasnya. tapi alhamdulillah aman sih
DeleteWah jd belum sempat nginap si rumah betangnya dong yah..
ReplyDeleteiyaa.. belum sempat kesana lagi mbak
DeleteLuar biasa perjuangan menuju lokasi narasumbernya,Mbak. Vitalitas reporter ya :)
ReplyDeleteyahh suka duka reporter ya begini.. antara seru tapi ngeri. hehehe
DeletePerjalananya super banget ini sampe nyebrang sungai 3x. Turut berudka cita sedalam dalamnya
ReplyDeleteyahh antara ngeri-ngeri sedap dan seru lah.
Deletemakasih banyak mbak
Semoga beliau sudah meregenerasikan ilmu kesenian tradisional ini kepada penerusnya ya biar gak hilang kebudayaan ini
ReplyDeleteada salah satu anaknya yang bisa memainkan alat musiknya sih, tapi dia labih fokus sama tarian tradisional di kota Palangkaraya
DeleteTurut berdukacita, Indonesia kehilangan satu seniman ya :(
ReplyDeleteAku blm pernah ke Palangkaraya tapi moga2 kelak bisa ke sana. Suamiku lahir di sana dan kynya msh ada rumah di sana yg lama gk dikunjungi.
wahh suaminya orang Palangkaraya toh. yuks main kesana mbak. seru lho.
DeleteDakuw belum pernah ke palangkaraya, membaca tulisan ini jadi kepengen kesana hiksss, tunggu cuti dulu ah.
ReplyDeleteyuks mas, segera diajukan cutinya biar bisa ngubek-ngubek kota Palangkaraya
DeleteSemoga seni karingut ada penerusnya.
ReplyDeleteIya mbak, ada anaknya yang meneruskannya
Delete