Perjalanan menuju ke Alesano di daerah Cigombong, Bogor, Jawa Barat terpaksa dimulai sore hari dengan sepeda motor dari kawasan Semanggi. Saya telat dan langsung kena semprot omelan sama teman saya, mas Adhie. "Kita kan ngejar waktu supaya sebelum magrib bisa sampai sana, ndah. Jalan jam segini mau sampai sana jam berapa nih". Dan saya cuma nyengir garing sambil mengenakan helm. Hihihi. Maaf ya. Khilaf tadi abis ditraktir teman.
Namun ada untungnya juga sih jalan agak sorean, karena hujan yang mengguyur Bogor sejak siang sudah reda saat kami melintasinya sore itu. Namun yah itu, kita jadi kemalaman sampai di areal Cigombong. Ditambah perjalanan dari desa setempat menuju camping ground yang mendadak turun kabut tebal meski tanpa hujan. Beruntung salah seorang pengelola berpapasan dengan kami saat menuju area camping ground sehingga kami tidak perlu pakai acara nyasar di antah berantah kampung orang ini.
Malam itu lebih banyak saya habiskan dalam tenda bersamaan dengan tebalnya kabut, angin kencang dan rintik hujan. Niat menikmati cahaya kota di malam hari pun pupus. Setiap kali membuka tenda, hanya angin dingin yang menusuk dan menampar wajah dengan keras yang menyapa. Cahaya di kejauhan itu hanya bisa dinikmati beberapa saat sebelum kabut kembali menyelimutinya. Ahh sudahlah.
Namun malam itu tidak lantas berjalan dengan tentram. Kencangnya terpaan angin yang menghantam tenda membuat saya dan ke 3 orang teman sempat terjaga karena frame tenda yang mulai bergerak meliuk-liuk tak tentu arah. Pasak tenda pun berkali-kali dicek dan memastikan posisinya tidak berubah apalagi tercabut.
Namun liukan frame tenda tetap saja membuat khawatir apalagi setelah saya menemukan frame pintu tenda bagian bawah ternyata telah retak. Beuhh.. maka terjaga lah kami berempat sambil berusaha menahan frame tenda agar tidak menambah retakan di frame tenda lainnya lebih lanjut.
Sayangnya itu cuma bertahan 30 menit dan kami pun memutuskan untuk kembali tidur dan melupakan soal tenda yang mencoba bertahan dari amukan angin. Sabodo amat lah ama tenda, selama belum rubuh beneran mah mari kita lanjut tidur aja. Wkwkwkwwk.
Jam 01.00 saya kembali terjaga. Kali ini bukan karena angin, tapi rasa kebelet yang sudah tidak tertahan. Ahh.. kebiasaan kalau di tempat dingin pasti begini nih.. tengah malam pasti nyari-nyari toilet. Saat menuju toilet di areal camping ground, saya melewati sebatang pohon yang sudah rebah tertidur di pinggir jalanan setapak. Pohon tumbang, sodara-sodara!! Anginnya kencang juga ya. Beri laporan sama pengelola lanjut toilet dan kembali ke tenda untuk molor hingga pagi.
Terbangun pukul 05.00 bersamaan dengan team lain yang juga masih berharap kabut hilang demi sebuah foto citylight. Saya beranjak keluar dari tenda, melihat sekeliling dan meneguk segelas kopi susu panas. Kabut masih disini, begitu juga gerutuan orang yang belum bisa mendapatkan foto citylight dari alesano. Ahh saya beruntung tidak membawa kamera DSLR kali ini karena kini saya hanya berdiri di depan tenda, menatap gunung salak di kejauhan, dan berucap lirih "Selamat pagi, Alesano" lalu kembali menikmati seruput kopi susu dan sejuknya udara yang menyentuh wajah dengan lembut. (EKW)
Selamat pagi juga, mbak traveler.. "sahut alesano" :D :D
ReplyDelete"Kapan main kesini, mas anggara??" Tanya Alesano..
Delete:D
Serem2 manja gimana gitu yaa kalo angin menerpa, itulah alasanya gw jarang mau diajak camping kalo temen nya ngak sigap semua hahaha #temenGwPemalasSemua
ReplyDeleteuntung akooh rajin lho mas cum.. rajin teriak2 ke cwo2 untuk minta bantuan..
Deletewkwkwkwkwkwk..
pas td baca judulnya , aku pikir alesano itu di daerah timur indonesia ;p... namanya eksotis gitu kyk nama2 di timur :D.. trnyata di bogor, ga nyangka... bgs bgt ya mba diliat dr foto.. suka ihhh... udh kebayang dinginnya..
ReplyDeleteiya. dengar namanya awalnya juga mikir begitu.. ternyata di bogor lokasinya.
Delete