Kalau lagi jalan ke
negeri lain yang bahasa aslinya bukan Melayu atau Inggris itu rasanya roaming luar biasa deh. Rasanya ingin
punya pendamping doraemon biar bisa minta jelly penerjemahnya. Begitu pula saat
saya memutuskan untuk melakukan roadtrip
dari Siem Reap, Kamboja menuju Bangkok, Thailand. Selama di tengah kota Siem
Reap sih kebanyakan masih menggunakan bahasa Inggris karena merupakan kota
wisata, booking bus menuju kota
perbatasan Poi Pet, Kamboja pun bisa
lewat hostel yang saya inapi selama 3 malam tanpa kesulitan.
Bus yang saya tumpangi ke
perbatasan Kamboja – Thailand seharga 8 USD itu sudah standby di depan hostel
pukul 07.30 waktu setempat dan pukul 08.00 pun berangkat menuju ke Poi Pet. Oh
ya, harga bus Siem Reap – Bangkok sebenarnya hanya 12 USD, cuma beda 4 USD
saja. Namun karena saya ingin merasakan langsung suasana perbatasan dan naik
kereta dari Aranyaprathet ke Bangkok, makanya saya memilih tiket bus cuma sampai
Poi Pet saja.
Perjalanan Siem Reap ke
Poi Pet memakan waktu sekitar 2,5 – 3 jam dengan satu kali pemberhentian untuk
istirahat selama 15 menit dan satu kali pemberhentian di pool bus di luar Poi
Pet untuk pembagian nametag khusus buat yang menuju ke Bangkok. Saya?? Tentu saja
tidak dikasih nametag, kan cuma sampai Poi Pet.
Sempat nanya ke kernet
busnya “Excuse me, is there anyone going
to Poi Pet too, like me?” yang lalu dijawab dengan entah bahasa Inggris tapi
saya tidak paham, atau bahasa lokal tapi kok kedengarannya seperti bahasa
Inggris ya?! *tanya siapa*, *garuk-garuk kepala sambil nyengir*, *doraemon mana
doraemon, jelly penerjemahnya mana jelly penerjemahnya??*. Pas berusaha
menegaskan dengan satu kata “Poi Pet?”
lalu dijawab dengan Inggris terbata-bata “No.
Not here. You go down later. This is not Poi Pet”. Saya cuma bisa kembali
garuk-garuk kepala sambil senyum miris karena tidak mendapatkan jawaban yang
saya inginkan.
Sekitar 200 meter dari
gapura perbatasan Kamboja – Thailand pun saya turun dari bus, dan ternyata cuma
saya yang turun di Poi Pet. Sisanya lanjut ke Bangkok. Selama di bus saya duduk
di bangku paling depan jadi saya tidak bisa lihat berapa banyak orang yang
menerima nametag untuk ke Bangkok. Huft! Angkut daypack dan segera turun dari
bus. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30 saat itu. Ahh masih banyak waktu lah
ya buat mengejar kereta yang pukul 13.55. Santai-santai jalan sambil menikmati
suasana perbatasan yang mirip terminal bus atau pelabuhan penyeberangan gitu
deh.
Secara Kamboja itu
gersang ya, ya sudah pasti panas. Apalagi jalanan aspalnya lebih banyak debunya
daripada aspalnya, maka buru-buru lah saya. Celingak-celiguk kanan kiri mencari
tulisan imigrasi Kamboja dan berpapasan dengan si kernet bus “Immigration? There!” nunjuk-nunjuk ke
suatu arah sambil jalan. Ya sudahlah saya ngekor dia aja. Pengalaman pas
melintasi perbatasan Brunei – Malaysia, kernet bus pun pasti akan ke imigrasi
buat dicap kan ya?! Makanya ikut saja tuh menyusuri rel kereta api yang terbengkalai.
Baca juga : Roadtrip Brunei - Malaysia: 2 Negara, 8 Cap Imigrasi
Baca juga : Roadtrip Brunei - Malaysia: 2 Negara, 8 Cap Imigrasi
Saya pernah baca sih sebenarnya ada kereta Kamboja – Thailand yang dibuka pada tahun 1932. Namun sejak rezim
khmer merah berkuasa, karena perbedaan politik, jalur kereta ini pun dihilangkan. Mungkin berkaitan
dengan politik kedua negara yang saya tidak paham. Namun, berharap jika 2
negara ini bisa mengaktifkan kembali jalur kereta antar negaranya pasti lebih
keren lagi.
Setelah menyusuri rel
kereta, saya pun melihat dari
jauh gapura negara Thailand. Wahh. Itu dia. Pas masuk di gedung sebelum gapura
tersebut, sudah terpampang tulisan “Immigration
of Thailand”. Celingak-celinguk masih mencari bagian imigrasi kamboja
sebelah mana ya, kok tidak ada tulisannya? Akhirnya setelah 10 menit berusaha
membaca semua tulisan bahasa inggris di gedung itu, fix saya tidak menemukan
bagian imigrasi Kamboja. Maka saya datangilah 2 petugas yang sedang berjaga.
“Where’s the Cambodia immigration?”
“Yes this is immigration, you have to fill the form” lalu saya
diberikan form imigrasi Thailand. Ngeliatin form imigrasi lalu mikir “memangnya pelafalan bahasa inggris saya
tidak bagus ya sampai nih 2 petugas tidak paham kalau yang saya cari imigrasi
Kamboja?” *gigit jari dan langsung merasa tidak percaya diri sama kemampuan
bahasa inggris saya*
Sambil nunjukkin paspor
berisi cap Kamboja “I have to get stamp
from Cambodia first, Cambodia!”
Petugas melihat cap
kamboja, bolak-balik halamannya lalu ngomong “No, you can not enter Thailand, You must get stamp from Cambodia. Go
there, get chop from Cambodia first and you can come back here!” lalu form
imigrasinya diambil dari tangan saya. Lhaaa. Perasaan tadi saya ngomongnya
begitu deh. *mojok sambil garuk-garuk tembok imigrasi perbatasan Thailand*.
“So I already in Thailand? No Cambodia immigration in this building??”
berusaha menegaskan.
“Yes. Yes. This is Thailand. Cambodia is there, you go there first! Get chop!
“ sambil nunjuk-nunjuk ke arah jembatan tempat orang berlalu lalang. Boo.. saya
kira semua petugas imigrasi itu bisa paham bahasa inggris percakapan, ternyata
tidak juga. *garuk-garuk kepala untuk kesekian kalinya* Huft! Balik arah lalu
menuju ke arah yang ditunjukkan tadi. Kali ini saya melewati jembatan, bukan
rel kereta api. Barangkali tadi saya kelewatan kantor imigrasi Kamboja karena
tidak berjalan melewati jembatan. Mungkin kantor imigrasi Kamboja berjejeran
dengan jembatan kali ya. *berpikir positif*.
Setelah melewati
jembatan, mata saya mencari-cari dimana
imigrasi Kamboja. Lalu saya melewati gapura “Kingdom of Cambodia” Ahh perasaan
tadi saya tidak melewati gapura ini deh. Lagian gapura sebesar itu masa saya tidak lihat sih? Ternyata gapura hanya terbentang di jalan raya, tidak sampai ke bagian rel kereta. Padahal jaraknya cuma 50
meter dari rel kereta? *tanya siapa, tanya kenapa*. Ahh tadi salah fokus saya
sama bangunan hotel dan kasino di sisi kanan rel kereta, gapura mah di sebelah
kiri. Yaiyalah tidak keliatan. *toyorin kepala sendiri*
Berada di sekitar gapura
saya lalu mencari –cari lagi tulisan imigrasi Kamboja diantara tulisan Khmer dan
Thai yang bikin kepala saya tambah pusing karena kepanasan. Lalu melihat
tulisan “Cambodia Immigration Office”. Agak ragu karena terllihat sepi
dari luar, lalu bertanya dengan petugas yang ada diluar gedung. “Cambodia immigration?” Sambil nunjukin
paspor. Setelah melihat paspor saya lalu menggeleng “Not here, chop in check point there”. Sambil nunjukin ke suatu
arah. Saya masih bingung melihat kearah yang dimaksud sambil garuk-garuk kepala
lagi. Masih tidak keliatan tulisan imigrasi kamboja soalnya boo..
Secara ini jalanan ramai
banget dengan kendaraan besar dan kecil, dan orang-orang yang berlalu lalang,
makanya saya tidak bisa berdiri lama-lama untuk observasi daerah sekitar. Bisa
ketabrak euy! Nabrak orang saja sudah beberapa kali. Akhirnya kembali berjalan
dan menyeberangi jalanan yang penuh debu, berusaha memperlambat langkah kaki
dan berjalan menyusuri sebuah bangunan kayu dominasi putih dan beberapa garis
hijau. Berhenti sejenak lalu menatap plang tulisan di atasnya. “Departure” dan logo kerajaan Kamboja.
Masya Allah!! Pantesan saja
dari tadi saya melewati bangunan ini tidak ngeh sama tulisannya. Tulisannya bahasa inggrisnya cuma Departure dan Arrival sama logo kerajaan Kamboja. Yaiyalah saya kelewatan. Mikirnya kan
tulisan imigrasi antar negara di perbatasan mah pasti besar-besar lah ya. Secara perbatasan gitu lho. Lalu
ini bangunannya kenapa mirip konter bus gitu sih? Ya iyalah saya tidak ngeh
untuk kesekian kalinya. Masuk di dalamnya juga masih mikir, ini imigrasi Kamboja
kan ya?! Lalu melihat beberapa turis asing yang mengantri sambil pegang paspor.
Ah bener lah ya. Langsung antri di bagian ASEAN yang cuma 1 antrian. Asoy. Tidak
sampai 5 menit paspor saya sudah dicap keluar dari Kambooja. Maaf, saya tidak
sempat foto bangunannya. Takut diomelin petugas imigrasinya euy. Hehehehe.
Lalu balik arah buru-buru
menuju ke imigrasi Thailand yang kali ini menuju jalan yang benar. Hahahaha.
Soalnya waktu sudah menunjukkan pukul 11.30. buru-buru lahh.. kan mau keliling
kota Aranyaprathet sebelum naik kereta. Begitu sudah dapat form imigrasi,
segera diisi dan menuju ke lantai dua untuk antri imigrasi. Oh ya, antriannya
dari lantai 1 sih, tapi sekali dimasukkan menuju tangga lantai 2 langsung lebih
dari 10 orang jadi bisa cepat langsung naik ke lantai 2.
Begitu buka pintu lantai
2, Jderrr!! Antriannya!!!! Masya Allah!! Kalau kalian pernah ke objek wisata
pas long weekend dan melihat antriannya yang Naudzubillah.. ini sama!! Antriannya bak
ular naga panjangnya bukan kepalang!! *garuk-garuk tembok imigrasi Thailand*. Pas
masuk, ketemulah sama beberapa penumpang dari bis yang saya naiki dari Siem Reap
yang sedang menggerutu “We've got scammed!”.
Oh ya. Sebelum turun di Poi Pet, si kernet bus menawarkan jasa untuk membantu
cap imigrasi dengan bayaran 5 dollar per orang. Sepertinya sih semua penumpang
setuju kecuali saya karena saya memang turun d Poi Pet. Lagipula 5 USD lumayan
bisa buat beli air minum dan buah potong juga masih sisa tuh. *otak backpacker
kere* wkwkwkwk.
Antrian di lantai 1 sebelum naik ke lantai 2 Imigrasi Thailand |
Ternyata, si kernet cuma membantu pengurusan cap imigrasi di
Kamboja saja, yang notabene tidak sampai 5 menit itu. Imigrasi Thailand harus
dilakukan sendiri karena peraturan dari negara Thailand yang mewajibkan pemilik
paspor tidak boleh diwakilkan. Sepertinya imigrasi Kamboja lebih longgar
daripada Thailand deh.
Kembali ke antrian
imigrasi Thailand yang sudah mengular naga panjangnya itu. Saya mulai resah
sendiri karena mengingat harus mengejar kereta, apalagi jarum jam sudah
menujukkan pukul 12.30. Stasiun kereta tuh jaraknya 5 kilometer dari perbatasan
Kamboja – Thailand dan harus naik tuk-tuk kesana. PANIK!!! Soalnya tiket kereta
beli on the spot, tidak ada online dan kereta berangkat pukul 13.55. Kereta
berikutnya berangkat pukul 19.30 boo. Lalu sampai di Bangkok sekitar pukul
02.00 pagi-pagi buta?? Tidak!!
Antrian yang bergerak
macam bekicot ini makin bikin tambah mules dan keringat dingin! Dohh.. itu yang
di depan pada ngapain sih? Lama aja!! Dan akhirnya saya sampai di depan loket
petugas Imigrasi saat jam sudah menunjukkan pukul 13.15. Rasanya tuh sudah pengen
lari-lari di tempat buat pemanasan siap-siap tancap gas keluar dari imigrasi.
“How many days in Thailand?”
“5 days, and then I’ll take train to Malaysia”
“Okay” lalu paspor saya pun mendapat stempel Thailand. “Khob khun kha” kata saya ke petugas
imigrasinya lalu langsung tancap gas turun dari lantai 2, keluar menuju jalanan
sambil celingak-celinguk mencari tuk-tuk.
Saya harus berjalan agak menjauhi imigrasi
Thailand untuk mencari dan menemukan tuk-tuk dan di depan sebuah supermarket saya pun melihat
sebuah tuk-tuk. Langsung dadah-dadah.. eh bukan.. langsung samperin si abang
tuk-tuknya
“Train station?”
“Yes”
“How much?”
“100baht”
“No, 50 baht” tawar saya. Boo.. masih
buru-buru saja kok saya masih sempat nawar harga ya? Hahahaha. Padahal saat
melirik di sekitar situ tuk-tuk sepertinya cuma itu yang paling dekat. “80 baht!” kata si abang tuk-tuk.
“No! 60baht!” Bah! Kok saya masih ngotot
nawar harga? *tanya siapa*
“No. 80baht!” si abang tuk-tuknya tetap ngotot juga. Pas mikir
sambil lihat jam di handphone yang sudah menujukkan pukul 13. 20, sepertinya
ngotot-ngototan nawar harga harus disudahi demi mengejar kereta. Jadi akhirnya
saya menjawab, “OK, 80 baht” lalu tiba-tiba
ada colekan di bahu dan sebuah suara lelaki
“Excuse me, my name is XXX (soalnya saya lupa namanya), I’m from Poland. I have a plan to backpacking
to Bangkok today. I’m planning to use the train to Bangkok and ......” yang langsung saya potong
karena gemes banget ngomongnya pelan sekali menjelaskan detail backpackingnya.
“Are u going to catch the train to bangkok? Me
too”
“Is this tuk-tuk going to train station? Can we share? How much is the
tuk-tuk?. I’ve research it will cost not more than 150baht, if we share.... ...
”
Boo. Nih orang kelewat sopan sekali dan panjang amat ngomongnya, tidak tahu
apa disini udah panik tinggal tersisa 30 menit lagi waktu menuju ke stasiun
yang entah berapa lama jaraknya. Takutnya kena scam si tuk-tuknya sengaja muter
jauh-jauh biar dia bisa minta tambahan ongkos.
Langsung saya potong lagi
omongannya dan bilang,
“Yes, we can
share, I already bargain, it’s 80baht” dan langsung omongan saya disambut sama
abang tuk-tuk dengan kalimat “for 2
person, 100”
Ehh apa?? Kok naik? Saya pelototin deh tuh si abang tuk-tuk.
“100?? No! U've said 80 baht"
"80 for one person, 2 person 100" abang tuk-tuknya ngotot.
"100 for tuk-tuk, right?! Not 100 per person??”
"80 for one person, 2 person 100" abang tuk-tuknya ngotot.
"100 for tuk-tuk, right?! Not 100 per person??”
“Yes..yes, 100 for tuk-tuk,
2 person”
“100 for 2 person right? Not
per person, right?” saya tegasin sekali lagi.
“yes.. yes” jawabnya lagi dan langsung saya jawab
“Okay. Let’s go, we’re late” “No worry, not late” kata abang tuk-tuk
sambil menyalakan mesin dan saya langsung ngomong ke si orang polandia
“so, we
pay 50baht each for tuk-tuk”. Jam sudah menujukkan pukul 13.30. Akhhh
buru!!!
Stasiun Aranyaprathet |
Dalam waktu 10 menit,
sampailah di stasiun kereta Aranyaprathet, yang mungil nan bersih. Langsung ke
loket beli tiket seharga 48 baht. Dan si orang polandia masih mau ngotot ke petugas loketnya “This is economic train, economic class,
right?!” Sepertinya dia takut kena scam karena dia bule sedangkan muka saya
mirip orang lokal. Petugas loket pun ngotot “We only have one train, no other train” dan saya pun langsung
menempuk pundak si bule dan bilang “This
is economic class train, see? The price is 48 baht” sambil nunjukin tiket
dengan harga yang tercantum. Baru deh dia tenang.
Sebelumnya memang saya
sempat baca soal scam buat para turis asing, namun setelah baca belasan
artikel, saya tahu pasti tiket kereta dari Aranyaprathet ke Bangkok saat ini (Maret
2017) cuma punya 1 harga, harga ekonomi seharga 48 baht. Kelas bisnisnya sudah
dihapus sepertinya karena tidak laku. Lagipula turis asing yang naik kereta
dari sini seperti saya dan si orang Polandia itu sangat jarang. Mungkin karena
jalur bus Siem Reap – Bangkok lebih mudah karena perbedaan harganya tidak
terlalu signifikan. Saya yang sengaja duduk dekat jendela pun memperhatikan
penumpang yang keluar masuk stasiun dan naik ke kereta ini semuanya orang
lokal. Sepertinya hanya saya dan dia yang turis asing di kereta ini.
Akhirnya bisa bernapas
lega di dalam kereta, tepat 10 menit sebelum berangkat. Sempat beli teh susu
khas thailand dan entah salad sayur yang bentuknya mirip gado-gado plus asinan apa
yang dibeli si travelmate dadakan ini karena dia ternyata vegetarian.
Ya ampun. Huru-hara amat
ya di perbatasan Kamboja – Thailand. Tapi seru lahh. Alhamdulillah meski sempat deg-degan
ketinggalan kereta, ternyata semua rencana lancar jaya euy. Mari menikmati
perjalanan 6 jam ke Bangkok. (EKW)
Kereta Aranyaprathet - Bangkok |
Suasana dalam kereta Aranyaprathet - Bangkok |
wah ngeri juga ya kak klo ada huru hara pas ngetrip begini
ReplyDeleteYang penting tetap tenang.. semua masalah pasti akan selesai kok..
DeleteBacanya jd ikut ngos2an mbak wkwkwk.
ReplyDeleteDoh roaming bahasa memang jd kendala sendiri ya, apalagi ini notabene negara yg sering dikunjungi turis. Tp bahasa inggrisnya bisa roaming :D
Nahh saya mikirnya juga begitu mas.. ternyataaa kenyataan berbicara lain di lapangan..
DeleteSeru juga ni perjalanan di luar negerinya..
ReplyDeletePasti akan jadi cerita yang menarik sepulang ke Tanah Air..
Di semua perjalanan pasti ada banyak hal seru untuk dituliskan kok.. maka mengembara lah.
DeleteHehehehe
Yup.. Benar..
DeleteSaya juga pernah ngalamin walopun skalanya lokal; g kayak situ yg udah internasional.. hehe
Btw, habis baca judulnya sekilas dikira terjebak di tengah tawuran/demonstrasi hlo.. wkwk
saya belum banyak mengembara kok, masih secuil..
DeleteJudulnya sengaja dibikin seperti itu cuma buat pancingan dibaca atau tidak artikel yang lebih dari 1200 kata ini. hehehehe..
Situ secuil berarti saia mah seupil.. wkwk
DeleteHmm..
Dan selamat.. Anda berhasil dengan teknik tersebut.. hehe
Alhamdulillah kalau berhasil.
Deletehehehe
wow serunya jadi mo piknik lagi...thailand salah satu destinasi next travelling
ReplyDeleteyuks piknik mbak.. seru lo lintas darat antar negara
Deletedari awal pas roaming bahasa jadi udah capek duluan. ahhaha. padahal sesama ASEAN. ya iya juga sihi, nggak semua pake melayu. sering kali kejadian di imigrasi juga bikin spanneng.
ReplyDeletebtw ituuuu kebersihannya lebih lebih (jorok) dari indonesia ya. bener-bener ngetrip buat muda mudi ini.
berhadapan sama imigrasi memang suka ngeri-ngeri sedap lah
Deletekebersihan dalam kereta ya? yaaa begitulah.. mumpung masih muda, dinikmati saja. buat cerita anak cucu.
hehehe
Perasaan panik gak nemuin tempat itu kalo terjadi bikin keringet dingin. Tapi kalo udah, jadi cerita lucu haha. Aku juga sering nemuin situasi nyari tempat orang ngasih tahu main tunjuk. Sampe streees. Btw, aku penasaran di perbatasan gak kena palak petugas ya? secara aku sering denger kl lewat darat suka dimintain duit 1 dolar gitu hehe
ReplyDeletechallenging sekali yaa 😆 memang kalo beda bahasa apalagi sama yang bukan native english tuh rentan miskom, kudu sabar. tapi seruu haha. bisa survive aja udah keren!
ReplyDeleteJagoan, ka..
ReplyDeleteAku uda stres kalo ga ngerti bahasa. Tapi kudu tetep berjuang yaa.. Apalagi pas bargain tuktuk ini.
Tapi sebagai foreigner, kalau agak tinggi nadanya, masi terbilang aman kah?
((mau cosplay so galack kaya mas bule, tapi akutu gada bakat)) hiiks~
Luar biasa, ka Endah.
Perjalanan bener-bener bikin kaya pengalaman dan menjadikan seseorang bijak yaa..
Untuk saya yang penakut dan suka ragu, bukan pilihan yang baik traveling sendirian, selain terkendala bahasa saya juga suka malu bertanya, hehehe
ReplyDelete